BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam Era Globalisasi saat sekarang
ini, kita dapat melihat sekaligus merasakan semangkin ketatnya persaingan
untuk mendapatkan pekerjaan. hal ini di perburuk dengan keadaan alam yang
terasa sudah tidak menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan oleh
manusia pada khususnya. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang memiliki
kecerdasan yang dapat mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang ada sebagai nilai
guna yang lebih. Tidak hanya pada pengolahan alam, namun terlebih lagi pada
syarat-syarat atribut yang di gunakan untuk kualifikasi dalam bidang
sektor-sektor pekerjaan yang ada. Tolak ukur yang pertama dalam kualifikasi
pekerjaan adalah pendidikan. Oleh sebab itu, semangkin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semangkin besar peluang untuk mendapat pekerjaan yang
layak dan baik itulah jawaban umum di era global saat ini. Dalam perkembangan
nya dahulu, Pendidikan dalam pandangan tradisional selama sekian dekade
dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada
masyarakat, dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public
service atau jasa layanan umum dari Negara kepada masyarakat yang tidak
memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat, sehingga pembangunan
pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak
mendapat perhatian menarik dalam gerak langkah pembangunan.
Opini yang berkembang justru
pembangunan sektor pendidikan hanyalah sektor yang bersifat memakan anggaran
tanpa jelas manfaatnya (terutama secara ekonomi). Pandangan demikian membawa
orang pada keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap pembangunan sektor
pendidikan sebagai pondasi bagi kemajuan pembangunan disegala sektor.
Ketidakyakinan ini misalnya terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran untuk
sektor pendidikan. Mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan dianggap
buang-buang uang yang tidak bermanfaat. Akibatnya alokasi anggaran sektor
pendidikan pun biasanya sisa setelah yang lain terlebih dahulu. Cara pandang
seperti itu sekarang sudah mulai tergusur sejalan dengan ditemukannya pemikiran
dan bukti ilmiah akan peran dan fungsi vital pendidikan dalam memahami dan
memposisikan manusia sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat bagi kemajuan
pembangunan dalam berbagai sektor.
Konsep pendidikan sebagai sebuah
investasi dalam bentuk Human Capital (Modal Manusia) telah berkambang secara
pesat dan semakin diyakini oleh setiap Negara bahwa pembangunan sektor
pendidikan untuk meningkatkan modal manusia merupakan prasyarat kunci bagi
pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang di atas dapat di rumuskan suatu masalah yakni:
a)
Apa yang di maksud dengan Human
Capital (Modal Manusia)?
b)
Bagaimana perkembangan teori-teori
Human capital?
c)
Mengapa pendidikan sebagai Human
Capital ?
d)
Bagaimana perkembangan pendidikan
sebagai Human Capital ?
e)
Bagaimana pengelolaan pendidikan
sebagai Human Capital di indonesia ?
1.3
Tujuan
Makalah
Dalam penulisan makalah ini
bertujuan agar kita dapat mengetahui peranan pendidikan sebagai Human Capital
dan mengerti alasan pendidikan sebagai Human Capital serta mengkaji
perkembangan,pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan sebagai Human Capital baik
di Indonesia maupun di luar negeri.
1.4
Manfaat
Makalah
Manfaat penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
a) Bagi penulis dapat
menciptakan kreativitas dalam penulisan karya ilmiah.
b) Bagi penulis dan
masyakat luas diharapkan mampu mengetahui tentang human capital dalam ekonomi
publik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Human Capital
Menurut
kamus bahasa inggris-indonesia kata human artinya adalah bersifat
manusia atau manusia. Sedangkan capital sendiri memiliki arti modal.
Jadi, secara harfiah dapat kita simpulkan bahwa human capital itu adalah modal
manusia (Adress, 2005). Di sini kami akan menjelaskan lebih lanjud mengenai
capital atau modal. Modal seperti apakah yang di maksud dalam bentuk fisik atau
dalam bentuk nonfisik atau tampak dan tak nampak. secara etimologis kata capital
yang akar katanya bersalah dari bahasa latin, caput, berarti “kepala”.
Adapun artinya di pahami pada abad ke-12 dan ke-13, adalah dana, persediaan
barang, sejumlah uang dan bunga uang peminjaman ( Damsar, 2010: 173).
Ada tiga
konsep untuk memahami makna kapital. Yakni.
1.
Secara garis besar arti capital
menunjuk pada modal dalam bentuk fisik yang di gunakan untuk belanja
barang-barang (uang).
2. Dalam bahasa
indonesia orang sering mengatakan “modal dengkul”, artinya tidak berupa modal
fisik seperti uang untuk di jadikan modal kecuali tenaga orang itu sendiri,
dalam pengertian tenaga fisik, juga dalam pengertian keterampilan atau gabungan
keduanya. Namun setiap semua penggunaan tenaga fisik di gabungkan dengan
keterampilan seperti berjalan kaki membutuhkan tenaga fisik, tetapi jalan kaki
bukanlah suatu keterampilan sebagai suatu bentuk dalam kapital manusia. Dengan
konsep inilah capital tidak di perjemahkan sebagai modal.
3. Konsep
kapital berkait dengan suatu investasi. Oleh karena itu, kapital terhubung
dengan suatu proses yang cukup panjang, yang tidak dapat langsung di gunakan
seperti halnya dengkul yang ada di depan mata dan siap untuk di gunakan.
Di dalam
bukunya Damsar yang mengutip dari bukunya Suryadi tentang “Pendidikan,
Investasi SDM Dan Pembangunan”, menemukan bahwa kapital manusia menunjuk
kepada tenaga kerja yang merupakan pemegang kapital (capital holder)
sebagaimana tercermin di dalam keterampilan, pengetahuan, dan produktivitas
kerja seseorang (2010:178).
2.2 Perkembangan Teori Human Capital
Di dalam
KBBI, Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai sesuatu keterangan
mengenai suatu peristiwa, kejadian dsb. Akar perkembangan teori kapital manusia
dapat di telusuri dalam pemikiran peletak dasar ilmu ekonomi modern, yaitu Adam
Smith. Menurut ia kapital manusia terdiri atas kemampuan dan kecakapan yang
diperoleh semua anggota masyarakat. Perolehan kemampuan yang dapat di lakukan
dengan pendidikan, belajar sendiri, atau belajar sambil bekerja memerlukan
biaya yang harus di keluarkan oleh seseorang.
Heinrich von
Thunen dipandang sebagai seorang penggagas awal studi
kapital manusia. Hal itu di karenakan ia dilihat sebagai penerima konsep
kapital manusia dengan sepenuhnya. Heinrich mengakui bahwa pelayanan dari
manusia merupakan bagian terpenting dari aset nasional. Suatu tingkat pelayanan
manusia tidak terlepas dari kemampuan dan keterampilan yang dimiliknya, yang
diperoleh melalui pendidikan. Heinrich juga berargumen bahwa pendidikan tinggi
akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan yang tinggi pula dan pada
gilirannya akan menciptakan penghasilan yang tinggi pula.
Gary S.
Becker (1964), melihat kapital manusia sebagai nilai yang
ditambahkan kepada seorang pekerja ketika pekerja mendapatkan pengetahuan,
keterampilan, dan aset lain yang berguna bagi pemberi kerja atau perusahaan
serta bagi proses produksi dan pertukaran. Nilai yang di tambahkan ini melekat
dalam diri pekerja itu sendiri. Jadi, investasi kapital manusia lewat
peningkatan pengetuan, keterampilan dan pengalaman pekerja tidak hanya
menguntungkan bagi perusahaan, tetapi bagi pekerja itu sendiri.
Tokoh-tokoh
sosiologi sendiri seperti: Parson, Colemann, Blau, dan Duncan melalui “american
occuppational Structure”, peter M. Blau Otis Dudley Duncan menyajikan suatu
analisis sistematis tentang struktur pekerjaan karena itu merupakan dasar utama
bagi sistem stratifikasi masyarakat Amerika. Proses-proses mobilitas sosial
suatu generasi ke generasi berikutnya dari kerier awal ke jabatan yang di tuju.
Mencerminkan dinamika struktur pekerjaan.
Teori
Kapital Manusia, seperti hanya teori lainnya, menuai beberapa kritik. Damsar
(2010:179) yang mengutip dari bukunya Ace Suryadi (1999) menemukan beberapa
kritik yang ditujukan pada teori kapital manusia dan dikelompokkan ke dalam
empat kelompok besar, yaitu:
1.
Pengaruh Tidak Langsung
Penelitian Herbert Gintis yang
menemukan bahwa pendidikan atau latihan memang penting bagi tenaga kerja,
tetapi tidak secara langsung dalam pengembangan kemampuan dan keterampilan.
Pendidikan memang memberikan pengaruh terhadap produktivitas, tetapi tidak
langsung.
2.
Efek Kredesianlisme
Mengutip Ivan Breg, menemukan bahwa
perluasan pendidikan hanya memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap
produktivitas tenaga kerja. Perluasan kesempatan pendidikan justru menyebabkan
pasokan berlebih tenaga kerja terdidik dengan rentangan kualifikasi tenaga
kerja yang semangkin besar karena sertifikasi pendidikan telah di legitimasikan
sebagai syarat penting untuk mendapat pekerjaan. Ketika kemampuan dan
keterampilan menjadi syarat dalam mengangkat tenaga kerja, maka sertifikasi dan
ijajah bukan merupakan hal utama dalam pengangkatan pegawai atau tenaga kerja.
3.
Asumsi Screening Device
Merujuk Keneth Arrow yang
menyebutkan bahwa pendidikan di pandang sebagai screening device, karena
pendidikan tidak secara langsung meningkatkan produktivitas dan keterampilan
lulusan sebagai calon pegawai. Pendidikan dilihat sebagai pembenaran terhadap
seleksi dan penentuan gaji pegawai.
2.3
Pendidikan Sebagai Human Capital
Konsep
Kapital Manusia (Human Capital) diperkenalkan oleh Theodore W, Schultz lewat
pidatonya yang berjudul “Investment In Human Capital” di hadapan pada
ekonom Amerika pada tahun 1960, kemudian di publikasikan melalui jurnal
American Economic Review, pada maret 1961. Sebelumnya, para ekonom hanya
mengenal kapital fisik berupa alat-alat, mesin, dan peralatan produktif lainnya
yang di tengarai memberikan konstribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan. Gagasan kapital manusia yang di ajukan oleh Schultz melalui “Investment
In Human Capital” adalah bahwa proses perolehan pengetahuan dan
keterampilan melalui pendidikan bukan sekedar sebagai suatu kegiatan konsumtif,
melainkan suatu bentuk investasi Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan, sebagai
suatu sarana pengembangan kualitas manusia, memiliki konstribusi langsung
terhadap pertumbuhan pendapatan negara melalui peningkatan keterampilan dan
kemampuan produksi dari tenaga kerja.
Dari
pengertian konsep dan teori kapital manusia yang berkembang terlihat bahwa
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan atribut serupa lainnya yang diperoleh
seorang yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan dalam kehidupannya dapat
di peroleh melalui berbagai pendidikan, yaitu pendidikan formal seperti
sekolah, pendidikan nonformal seperti pelatihan di tempat kursus, maupun
pendidikan informal seperti belajar life-skill di surau. Kesemua pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, dan atribut serupa lainnya ini dipandang sebagai
kapital manusia.
Pengakuan
kepemilikan kapital manusia berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan
atribut serupa lainya, oleh karena itu diwujudkan dalam cara yang berbeda.
Pengakuan terhadap kapital manusia yang diperoleh melalui pendidikan formal
diwujudkan dalam bentuk ijajah pendidikan. Dengan kata lain, ketika seorang
melamar suatu pekerjaan tertentu, maka ijajah pendidikan formal yang dimiliki
diterima sebagai salah satu persyaratan atau kualifikasi untuk pekerjaan ini.
Bisa saja pengakuan yang diberikan terhadap suatu ijajah dikaitkan dengan
apakah lemabaga dimana ijajah tersebut dikeluarkan terakreditasi sesuai dengan
lembaga akreditasi yang berhak untuk melaksanakan.
Adapun
pengakuan terhadap kapital manusia yang di dapatkan lewat pendidikan nonformal
ditunjukan oleh penerimaan terhadap sertifikasi yang dimiliki. Sertifikat yang
di miliki dapat saja dipertanyakan oleh pemberi kerja, namun keraguan terhadap
suatu sertifikat dapat sirna ketika pengetahuan keterampilan, kemampuan, atau
atribut serupa lainnya dipertontonkan atau diperlihatkan kepada pemberi kerja.
Sementara
pengakuan terhadap kapital manusia yang didapat lewat pendidikan informal
biasanya tidak melalui ijajah atau sertifikat yang dimiliki, tetapi cenderung
bersifat informal. Dengan kata lain, masyarakat mengakui seseorang memiliki
suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau atribut serupa lainya yang
diperlukan oleh masyarakat.Seperti kemampuan memijat atau melakukan pengobatan
alternatif misalnya : ketika mereka langsung merasakan nya.
2.4
Perkembangan Pendidikan Sebagai
Human Capital
Selama akhir abad ke-20, modal
manusia (human capital) di Amerika Serikat menjadi jauh lebih berharga sebagai
kebutuhan tenaga kerja terampil datang dengan kemajuan teknologi baru
ditemukan. Abad ke-20 sering dipuja sebagai “abad modal manusia” oleh para
sarjana di amerika serikat, selama periode ini gerakan massa baru terhadap
pendidikan menengah membuka jalan bagi transisi ke pendidikan massa yang lebih
tinggi. Teknik-teknik baru dan proses pendidikan lebih lanjut dari norma
sekolah dasar, yang dengan demikian menyebabkan terciptanya pendidikan formal
lebih di seluruh bangsa. Kemajuan ini menghasilkan kebutuhan tenaga kerja
trampil lebih yang menyebabkan upah pekerjaan yang diperlukan untuk pendidikan
lebih jauh menyimpang dari upah orang yang dibutuhkan kurang. Perbedaan
ini menciptakan insentif bagi individu untuk menunda memasuki pasar tenaga
kerja untuk mendapatkan pendidikan yang lebih. Negara-negara di kawasan Arab
dihadapkan dengan tantangan untuk mengembangkan keterampilan populasi mereka
dan pengetahuan teknis, atau modal manusia, untuk bersaing dalam perekonomian
global abad ke-21.
Keadaan telah menggambarkan
pendidikan dan inisiatif pasar tenaga kerja dilaksanakan atau sedang
berlangsung di empat negara di kawasan Arab – Lebanon, Oman, Qatar, dan Uni
Emirat Arab (UEA) – untuk mengatasi masalah sumber daya manusia mereka hadapi
setiap saat mereka mempersiapkan diri mereka negara untuk tempat dalam ekonomi
global abad ke-21.. Tiga dari negara-negara ini – Oman, Qatar, dan UEA – berada
di Teluk Arab, yang keempat, Lebanon, adalah di Levant. Bersama-sama, mereka
menyoroti kesamaan dan perbedaan dari tantangan yang dihadapi oleh negara-negara
di kawasan ini dan tanggapan terhadap tantangan tersebut. Penelitian ini
menjawab tiga pertanyaan utama: Apa tantangan sumber daya manusia masing-masing
Negara? Apa pendidikan, modal manusia, dan reformasi pasar tenaga kerja
baru-baru ini telah dilaksanakan atau berada di bawah cara untuk mengatasi
tantangan-tantangan ini? Apa mekanisme dan informasi yang digunakan untuk
menilai apakah tujuan reformasi akan bertemu mereka, dan tidak ada bukti
keberhasilan? Jawaban yang dicari melalui analisis literatur yang relevan,
populasi paling terbaru dan data tenaga kerja dari sumber-sumber internasional
dan dalam negeri, dan serangkaian wawancara elit pada tahun 2006 dengan pejabat
pemerintah dan individu dalam organisasi swasta di empat Negara.
Para penulis menemukan bahwa
sementara negara-negara studi telah melembagakan reformasi untuk pendidikan dan
sistem pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan penduduk, dan
telah membuat perubahan pada pasar tenaga kerja dan ekonomi bertujuan untuk
memfasilitasi penggunaan sumber daya manusia di berbagai sektor perekonomian,
putuskan tetap antara melaksanakan reformasi dan mengevaluasi mereka untuk
memastikan apakah mereka memiliki efek yang dimaksudkan. Dalam banyak kasus,
reformasi baru saja mendapatkan berjalan, sehingga mungkin terlalu dini untuk
mengukur dampaknya. Dalam kasus lain, bagaimanapun kurangnya penilaian
sistematis berasal dari kesenjangan dalam data yang dibutuhkan untuk melacak
dampak perubahan kebijakan. Jika evaluasi kebijakan dibuat integral reformasi,
negara-negara di dunia Arab akan memiliki informasi yang mereka butuhkan untuk
membuat investasi terbaik modal manusia dalam dekade-dekade yang akan datang
2.5
Pengolahan pendidikan sebagai human
capital di indonesia
Pemerintah indonesia (dengan kesepakatan
antara Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Departemen Pendidikan
Nasional, sebagaimana yang dirilis oleh Bapekki Depkeu melalui harian Bisnis
Indonesia tanggal 20 Maret 2007), menunjukkan komitmennya atas reformasi sistem
pendidikan di negeri ini. Komitmen ini diterapkan pada tahun ini dengan
mengubah fokus pendirian lembaga Pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan yang
bersifat kejuruan akan diperbanyak jumlahnya. Idealnya, menurut Bapekki jumlah
lembaga pendidikan kejuruan mencapai 70% dari lembaga pendidikan yang ada,
sedangkan sisanya 30% lagi diisi oleh lembaga pendidikan umum. Komposisi ini
telah banyak diterapkan oleh negara-negara di kawasan Asia dan Eropa, dan telah
terbukti mampu menekan laju pengangguran di negara-negara tersebut. Dengan
besar nya komposisi lembaga pendidikan kejuruan, akan tercipta link and match
antara dunia pendidikan dan lulusannya dengan kebutuhan tenaga kerja di
dunia usaha. Dari paparan teori diatas terkait kontribusi pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang disampaikan oleh beberapa ahli ekonomi
pendidikan adalah pendidikan menghasilkan peningkatan keterampilan dan
kemampuan dalam produksi. Jika ketrampilan dan kemampuan untuk memproduksi
meningkat maka pertumbuhan ekonomi pun akan meningkat.
Salah satunya adalah SMK, karena SMK
merupakan lembaga pendidikan yang mempersiapkan lulusannya untuk memiliki
pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan yang akan menjadi bekal setelah
menyelesaikan pendidikan. Sehingga lulusan SMK memiliki bekal sebagai job creator
maupun sebagai worker, yang berarti siap memasuki pasar kerja.
Pendidikan Menengah Kejuruan mengantisipasi kondisi ini melalui penerapan
sistem pendidikan dan pelatihan Kejuruan berdasarkan kompetensi (CBT).
Dengan pemikiran ini, pembahasan
tentang peran pendidikan SMK terhadap pertumbuhan perekonomian akan melibatkan
pembahasan SMK sebagai lembaga yang menyiapkan specific human capital yang
berkualitas. Dengan terciptanya SDM/lulusan yang berkualitas yaitu
lulusan yang cerdas, terampil dan siap kerja sehingga siap memasuki pasar
kerja. Keterserapan para lulusan yang merupakan output SMK akan meningkatkan
produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
melalui terciptanya nilai tambah terhadap barang dan jasa yang terdapat dalam
dijelaskan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam menyekolahkan
anak-anaknya untuk menempuh studi di jenjang SMK. Semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat, semakin tinggi pula kualitas SDM yang dapat digunakan
dalam pengolahan sumber daya yang tersedia dalam perekonomian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi perlu kita sadari bahwa
pentingnya peranan pendidikan sebagai Human Capital karena modal manusia untuk
tetap hidup bukan hanya ditentukan oleh modal yang berupa materi saja akan
tetapi pendidikan dibutuhkan untuk jembatan menuju manusia yang berwawasan
luas.berdedikasi tinggi dan mempunyai skill yang mumpuni untuk menghadapi
tantangan global saat ini Dunia usaha pada masa sekarang ini telah banyak
menuntut manusia yang mempunyai skill yang spesifik untuk turut andil pada
peningkatan produksi,oleh karena itu pendidikan dituntut untuk dapat
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,berdaya saing serta menpunyai
keahlian dan ketrampilan.
Dalam hal ini Pendidikan bukan hanya
Pendidikan formal seperti SD,SLTP.SMA dan Perguruan Tinggi akan tetapi termasuk
Pendidikan latihan seperti Training Centre, kursus, Balai latihan khusus dll.
James S. Colemen (2008:373),
menunjukan bahwa sebagaimana kapital fisik yang di ciptakan dengan mengubah materi
untuk membentuk alat yang memudahkan produksi, kapital manusia diciptakan
dengan mengubah manusia dengan memberikan mereka keterampilan dan kemampuan
yang memampukan mereka bertindak dengan cara-cara yang baru. Perbedaan kapital
fisik dengan kapital manusia dapat kita lihat dalam wujudnya. Kapital fisik itu
berwujud sedangkan kapital manusia tidak berwujud.
DAFTAR
PUSTAKA
Chatzkel JL, Human
Capital: The rules of engagement are changing, Lifelong Learning in Europe,
2004, p.139.
Kearns, P, Human
Capital Management, Reed Business Information, Sutton, Surrey, 2005.
Mayo, A., 2000. “The
Role of Employee Development in The Growth of Intellectual Capital”, Personal
Review, Vol. 29, No. 4. http://www. emerald-library.com
Rachmawati, D., dan F.
Wulani. 2004. ”Human Capital dan Kinerja Dareah: Studi Kasus di Jawa Timur”, Penelitian
APTIK, April: 1-73.
No comments:
Post a Comment